Pemprov DKI Akui Ikut Rugi Selama Hiburan Malam Tutup

Jumat, 24 Juli 2020

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI, Cucu Adi Kurnia (Foto: Ari Saputra/detikcom)

JAKARTA- Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia menepis tudingan para pekerja dan pengusaha hiburan malam bahwa pihaknya diskriminatif karena belum mengizinkan usaha mereka beroperasi kembali. Sebab dihentikannya usaha hiburan malam sejak akhir Maret akibat Pandemi COVID-19 sebetulnya juga merugikan Pemprov DKI.

"Kami sebetulnya lose lo, kehilangan pendapatan dari pajak dengan ditutupnya tempat hiburan. Jadi apa untungnya bagi Dinas Pariwisata menahan-nahan ini (izin beroperasinya kembali tempat hiburan)," kata Cucu, dikutip dari detik.com.

Target pendapatan Pemprov DKI dari sektor pariwisata pada 2020 ini sebesar Rp 7,2 triliun. Tapi hingga Juni lalu, pendapatan yang terhimpun baru sekitar Rp 1,7 triliun sehingga masih defisit sekitar Rp 5,5 triliun. Pada tahun lalu, pendapatan dari pajak untuk sektor hiburan termasuk hotel dan restoran ada di kisaran Rp 2,8 - Rp 3,2 triliun.

Cucu menegaskan, kewenangan untuk mengeluarkan izin beroperasinya dunia hiburan, khususnya hiburan malam tak sepenuhnya berada di Dinas Pariwisata. Sebab masih ada Gugus Tugas COVID-19 yang berisi para pakar berbagai bidang keilmuan, termasuk epidemiologi. Ia menyarankan agar para pekerja dan pengusaha hiburan, khususnya yang tergabung dalam Asphija (Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta), untuk berdiskusi dengan para ahli epidemiologi.

"Jadi mestinya berkonsultasi dengan para ahli epidemiologi, gugus tugas COVID-19. Silahkan mereka meyakinkan bahwa industri yang dikelola itu aman untuk dibuka lagi," kata mantan Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pulau Seribu itu.

Ia pribadi menilai pelaku usaha dunia hiburan sejauh ini belum bisa menjamin berjalannya protokol kesehatan dalam hal menjaga jarak (social distancing), seperti di diskotik. 

"Kita juga belum menemukan referensinya di dunia. Itulah kenapa protokol yang disusun Asosiasi belum diterima oleh Tim Gugus Tugas COVID," kata Cucu.Berkaca dari pengalaman di negara-negara lain seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat, Cucu melanjutkan, alasan mendasar tempat hiburan belum dibuka karena rawan menjadi tempat penyebaran Covid-19. Sementara tempat usaha lain di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif sudah dibuka karena tingkat kerawanannya rendah.

Berkaca pada kasus di Korea Selatan (Korsel), bar dan klub malam potensial jadi klaster baru penyebaran Covid-19. Tercatat ada lebih dari 200 orang yang tertular Covid-19 dari klaster kelab malam di Negeri Gingseng, pada Mei lalu. Akibat lonjakan kasus dari klaster itu, Korsel dilanda gelombang pandemi kedua. Pemerintah Korsel pun langsung memberlakukan kembali pembatasan sosial secara lebih ketat.

Di Indonesia, khususnya di Jakarta, kurva penularan Covid-19 masih fluktuatif. Sehingga terlalu riskan bila tempat hiburan malam diizinkan beroperasi kembali sekalipun dengan penerapan protokol kesehatan.***