Tolak Vaksin Corona Didenda Rp 5 Juta Berujung Gugatan ke MA

Gedung Mahkamah Agung (Ari Saputra/detikcom)

JAKARTA- Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020, yang mendenda warga yang menolak vaksin COVID-19, digugat warga DKI Jakarta ke Mahkamah Agung (MA). Perda itu dinilai memberatkan warga Ibu Kota.
Permohonan gugatan itu didaftarkan oleh Happy Hayati Helmi ke MA pada Rabu, 16 Desember 2020. Pemohon meminta denda itu dihapus.

Pasal 30 Perda No 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 menyatakan:

Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

"Bertentangan dengan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," kata kuasa hukum Happy, Viktor Santoso Tandiasa, dalam siaran pers yang diterima detikcom, Jumat (18/12/2020).

Dikutip dari detik.com, menurut pemohon, paksaan vaksinasi COVID-19 bagi pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi pemohon untuk dapat menolak vaksinasi COVID-19. Sebab, bermuatan sanksi denda Rp 5 juta, yang besarannya di luar dari kemampuan pemohon.

"Mengingat selain sanksi denda bagi dirinya, pemohon juga memiliki seorang suami, seorang adik, dan seorang anak yang masih balita. Artinya, apabila pemohon menolak vaksinasi bagi keluarganya, maka pemohon harus membayar denda sebesar Rp 5 juta x 4 orang = Rp 20 juta," ujar Viktor.

Setelah membayar denda Rp 20 juta, bukan berarti ancaman untuk membayar denda bagi pemohon selesai. Sebab, dalam ketentuan norma Pasal 30 Perda 2/2020, tidak dijelaskan apakah setelah membayar denda, setiap orang yang menolak vaksinasi COVID-19 telah melepas kewajibannya untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19 di kemudian hari.

"Artinya, bisa saja jika pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi COVID-19 kepada pemohon dan keluarganya," papar Viktor.

"Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka terhadap terhadap frasa: 'dan/atau vaksinasi COVID-19' sebagaimana termuat dalam Pasal 30 Perda 2/2020 telah terbukti bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU 36/2009, Pasal 3 ayat (2) UU 39/2009, dan Pasal 6 ayat (1) huruf g dan huruf i UU 12/2011," pungkas Viktor.

Simak tanggapan Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta soal gugatan ke MA. Di halaman selanjutnya:

DPRD Buka-bukaan Alasan Denda Penolak Vaksin Rp 5 Juta

Menanggapi gugatan itu, DPRD DKI Jakarta mengungkap alasan disahkannya aturan tentang denda senilai Rp 5 juta tersebut.

Wakil Ketua DPRD DKI Fraksi Gerindra M Taufik mengungkapkan Pemprov DKI dan DPRD sepakat memberikan vaksinasi agar masyarakat tetap sehat di tengah ancaman pandemi virus Corona (COVID-19). Terlebih, kata Taufik, vaksin ini diberikan kepada warga secara cuma-cuma tanpa harus membeli.

"Ini sudah perda namun kan juga itu perda sudah disahkan ya, kan udah melalui ke DPRD juga sudah disahkan. Sebenarnya begini, bahwa kan pemerintah menyiapkan menginginkan masyarakat sehat, itu latar belakangnya kalau orang suruh sehat kan vaksinnya gratis, kecuali vaksinnya beli, ini kan gratis kan," kata Taufik saat dihubungi, Jumat (18/12/2020).

Taufik menilai denda ini wajar diberikan kepada masyarakat yang menolak divaksin. Menurut Taufik, vaksinasi ini dilakukan semata-mata agar penyebaran COVID-19 bisa dicegah.

"Masalah kalau dia sehat dia tidak mau, wajar saja kalau kita kasih punishment-lah, karena berpotensi untuk bisa menularkan pada yang lain. Artinya, kita mau mencegah penularan itu tuh ya vaksin itu salah satunya, kan buat keselamatan semua," ungkap Taufik.

Kendati demikian, politikus Gerindra ini mempersilakan siapa saja untuk menggugat perda ini. Namun DPRD DKI ingin warga Jakarta tetap bersedia divaksinasi agar tidak ada penyebaran virus Corona yang berkelanjutan.

"Ya soal gugat sih haknya semua, tidak apa-apa mau gugat ya, itu kan haknya warga DKI. Cuma kita pertimbangannya itu bahwa kita dengan pemerintah ingin warga Jakarta semua sehat, salah satu caranya dengan cara memvaksin gitu, kalau mau divaksin kan menolak ada kemungkinan penyebaran lewat yang bersangkutan," tuturnya.

Pemprov DKI Bicara Perda Denda Penolak Vaksin Rp 5 Juta Digugat

Pemprov DKI Jakarta mempersilakan siapa saja warga atau organisasi yang keberatan dengan mekanisme itu untuk menggugat Perda No 2 Tahun 2020 selama sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Ya tidak apa-apa, itu kan perda disusun oleh Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD, disahkan oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta. Kalau ada masyarakat, kelompok masyarakat, organisasi, ormas, maupun pribadi-pribadi punya hak, silakan. Itu ada mekanismenya. Kalau keberatan dengan perda, silakan sampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ya. Itu masukan bagi masyarakat, apa pun bentuknya, akan menjadi perhatian dan pertimbangan kita untuk kita evaluasi ke depan," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (18/12/2020).

Ariza membantah Pemprov DKI akan memberikan denda lanjutan jika warga sudah menolak dan sudah didenda. Aturan ini, kata Ariza, berbeda dengan aturan yang melanggar protokol kesehatan virus Corona.

"Kalau orang yang vaksin itu kan dia kan harusnya diminta, kemudian tidak mau. Vaksin telah terbukti memang benar-benar dapat, ya kan. Ya memang kalau ini kan berbeda ya dengan masker ya, mungkin kalau dia sudah dianggap melanggar, ya sudah," terang Ariza.***


[Ikuti Zonapekan.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar