Bupati Madiun Disebut Zalim dan Dihadang Keluarga Saat Akan Menjemput Santri Positif Corona

DIHADANG—Kedua orang tua orang seorang santri positif corona menghadang Bupati Madiun, Ahmad Dawami yang hendak menjemput paksa anaknya untuk diisolasi di rumah sakit, Kamis (14/5/2020).(KOMPAS.COM/Dokumentasi Pemkab Madiun)

MADIUN- Bupati Madiun Ahmad Dawami atau yang akrab disapa Kaji Mbing sempat mendapat kendala saat akan menjemput seorang warganya yang positif corona di Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kamis (14/5/2020). 

Ia terpaksa turun langsung ke lokasi lantaran upaya dari tim medis bersama pemerintah desa dan kecamatan sebelumnya gagal melakukan evakuasi. Pihak keluarga pasien menolak dievakuasi ke rumah sakit oleh petugas meskipun anaknya yang merupakan seorang santri laki-laki dari Pondok Temboro Magetan itu telah dinyatakan positif corona. Saat itu, dikatakan Kaji Mbing, orangtua pasien langsung menghadangnya saat hendak masuk ke rumah.

Tidak hanya dihadang, orangtua pasien tersebut sempat membacakan doa dengan keras dan menudingnya telah menyakiti dan menzalimi keluarga mereka. Alasan mereka menolak karena dianggap anaknya tidak mengalami gejala sakit yang mengarah ke corona. 

“Kami pun sudah menjelaskan bahwa anaknya termasuk pasien yang positif, namun tidak memiliki gejala klinis Covid-19. Tetapi, mereka tetap bersikukuh anaknya dalam kondisi sehat dan tidak sakit,” ungkap Kaji Mbing, dikutip dari kompas.com.

“Justru mereka malah memiliki paham tersendiri yang katanya saya malah menyakiti, menzalimi. Tetapi, saya sampaikan yang namanya pemerintah pasti tidak akan menjerumuskan masyarakatnya,” ujar Kaji Mbing. 

Setelah beradu argumen sekitar satu jam, kata Kaji Mbing, orangtua pasien tersebut akhirnya bersedia menyerahkan anaknya untuk dilakukan isolasi ke RSUD Dolopo Madiun.

Selama ini pihaknya mengaku sering turun tangan untuk membantu melakukan evakuasi terhadap warganya yang dinyatakan positif corona. Pasalnya, petugas medis merasa sering kwalahan saat akan melakukan evakuasi terhadap warganya yang dinyatakan positif corona. 

Ia mengatakan, dari dua klaster tersebut, rata-rata pasien positif corona dari klaster Pondok Temboro yang dinilai susah dilakukan evakuasi ke rumah sakit. 

“Di klaster terakhir (pondok pesantren Temboro) saya seringkali mendatangi langsung ke rumahnya. Karena keluarganya seringkali sulit dijelaskan meski sudah dikasih tahu anaknya positif Covid-19. Bahkan, beberapa keluarga pasien keluar rumah menghalangi petugas yang hendak membawa pasien. Untuk itu saya datangi sendiri,” kata Kaji Mbing.

Mengetahui seringnya mendapat penolakan itu, terkadang ia merasa prihatin. Sebab, upaya yang dilakukan tim medis tersebut hendak berusaha menyelamatkan warganya yang terkonfirmasi positif Covid-19. 

“Sebenarnya saya merasakan mereka itu sudah mendengar anjuran pemerintah. Tetapi, kenapa masih ada seperti itu. Padahal, semua petugas yang di lapangan harus pulang larut malam dan taruhannya nyawa semua. Mereka juga punya keluarga semuanya,” ujar Kaji Mbing. 

Meski dalam setiap penjemputan yang dilakukan selalu melibatkan aparat keamanan dari TNI-Polri, namun pihaknya selalu berusaha mengedepankan upaya persuasif. Alasannya karena tak ingin upaya penjemputan yang dilakukan terkesan kriminal.


[Ikuti Zonapekan.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar