KLHK

Wangi Jahe Merah dan Kopi Petani Hutan Saat Pandemi

Jahe Merah menjadi salah satu produk petani hutan yang laris sebagai suplemen herbal/IST

JAKARTA - Jahe Merah menjadi salah satu produk petani hutan yang laris sebagai suplemen herbal penunjang stamina dan imun tubuh saat pandemi COVID-19 terjadi.

Di Kampung Legok Nyenang Desa Giri Mekar, Cilengkrang, Bandung, berkah jahe merah itu terasa. Memanfaatkan kawasan hutan lindung di lereng Gunung Manglayang, Kelompok Tani Hutan (KTH ) Giri Senang menanam jane merah bersama-sama tanaman kopi di bawah tegakan pohon Pinus hasil progam penghijauan hutan oleh masyarakat.

Seiring pandemi COVID-19, permintaan jahe merah di KTH tersebut sudah mencapai hitungan ton, berbeda dari hari biasa yang hanya hitungan kwintal. Peningkatan permintaan atas jahe merah ini tentu memberikan berkah tambahan pendapatan bagi petani hutan anggota KTH Giri Senang.

Dengan perhitungan rata-rata sekali panen menghasilkan 1 ton jahe merah, maka dengan harga mencapai Rp75.000,-/kg omset yang didapatkan dapat mencapai sekitar 75 juta sekali panen.

"Sebetulnya komoditas utama KTH Giri Senang adalah kopi. Jahe merah, kunyit dan tanaman bawah tegakan hanyalah komoditas sampingan. Namun karena sekarang permintaan meningkat, Alhamdulillah anggota KTH mendapat tambahan pendapatan," ujar Yusuf, Penyuluh Kehutanan Pendamping KTH Giri Senang dalam keterangan resmi yang diterima redaksi, Kamis 9 April 2020.

Petani hutan anggota KTH Giri Senang saat ini berjumlah 147 orang, mereka melakukan kegiatan menanam tanaman kopi di bawah tegakan pohon pinus seluas 250 hektar, dengan 1 hektar diantaranya ditanam sela dengan tanaman empon-empon seperti jahe merah dan kunyit.

"Dulu jahe merah dan kunyit hanya dijadikan bumbu masak oleh pembeli, namun dengan adanya wabah corona, jahe merah digunakan sebagai minuman penambah stamina agar terhindar dari virus corona", tambah Yusuf.

Selain jahe merah, produksi kopi dari KTH ini pun sangat baik. Pada Tahun 2019, hasil panen kopi dalam bentuk gelondong mencapai 1.000 ton, dari awalnya hanya budidaya kopi Arabica yang hasilnya dijual dalam bentuk setengah jadi (gabah), kini mulai bervariasi mengikuti perkembangan seperti pengolahan kopi greenbean dengan metode wash, natural, honey dan varian wine.

Kopi tersebut dijual dengan harga kisaran mulai dari Rp. 85.000- Rp. 400.000/kg dengan merk Kopi Bukit Palasari. Produknya telah memenuhi permintaan dalam negeri bahkan mulai menjajaki pasar Eropa. Dari usaha kopi ini beberapa anggota KTH ada yang sanggup mendapatkan pendapatan hingga mencapai Rp 300 juta/tahun.

Dengan bergeliatnya ekonomi lokal ini anak-anak muda menjadi memiliki lapangan pekerjaan, bahkan anak muda adalah pemeran utama dalam usaha ini di semua lini kegiatan KTH Giri Senang, yaitu mulai dari panen, pasca panen, pengolahan kopi, pengemasan, pengangkutan, pemasaran secara online sampai mengelola café yang didirikan diatas lahan KTH.

KTH Giri Senang sendiri telah ditetapkan menjadi Wanawiyata Widyakarya/LP2UKS sejak Tahun 2016. LP2UKS adalah lembaga pelatihan dan pemagangan kegiatan usaha bidang kehutanan dan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Pemerintah namun dimiliki dan dikelola oleh kelompok masyarakat/perorangan secara swadaya.

Salah satu tujuan LP2UKS adalah mendorong kapasitas masyarakat dalam mengembangkan usaha dibidang kehutanan dan atau lingkungan hidup.Banyak pihak yang telah berlatih dan magang di KTH Giri Senang, mulai dari masyarakat, LSM, pemerintahan, mahasiswa, pelajar, barista, pengelola café, dan lain sebagainya.

Kerja keras para anggota KTH Giri Senang dan para Penyuluh membuat masyarakat Desa Giri Mekar yang tadinya menganggur, hanya menanam sayur, atau bekerja di kota, kini beralih profesi menjadi petani kopi dan empon-empon. Wangi kopi dan empon-empon sudah menjadi parfum mereka sehari-hari.(***)


[Ikuti Zonapekan.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar