Penelusuran Asal Muasal Virus Corona, Benarkah Dikembangkan di China?

penumpang krl di test swab. ©2020 Merdeka.com/Arie Basuki

JAKARTA- Asal muasal pandemi Covid-19, yang dipicu infeksi virus corona baru, masih menjadi perdebatan. Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengklaim memiliki bukti bahwa virus dikembangkan di sebuah laboratorium di Wuhan, China, yang menjadi pusat wabah.

Namun, para ilmuwan mengatakan tak ada bukti yang membenarkan klaim Trump tersebut.

Dikutip dari merdeka.com, sementara itu, asal mula wabah berdasarkan versi pemerintah China adalah sebuah pasar hewan laut di Wuhan. Namun juga ada beberapa kasus awal yang tak berkaitan dengan pasar ini.

Jika orang-orang ini tidak terinfeksi di pasar, atau melalui kontak yang terinfeksi di pasar, para kritikus mempertanyakan bagaimana China menjelaskan kasus-kasus ini.

Laboratorium Wuhan

Dilansir dari The Guardian, Sabtu (2/5), dua laboratorium di Wuhan yang meneliti kelelawar sebagai sumber virus corona menjadi sorotan. Institut Virologi Wuhan (WIV) dan Pusat Pengendalian Penyakit Wuhan, berlokasi tidak jauh dari pasar ikan, telah mengumpulkan spesimen virus corona kelelawar.

Beberapa teori dimunculkan. Pertama, dan paling liar, adalah para ilmuwan di WIV terlibat dalam percobaan virus corona kelelawar, yang melibatkan apa yang disebut penyambungan gen, dan virus itu kemudian lepas dan menginfeksi manusia.

Versi kedua adalah kecerobohan biosekuritas staf laboratorium dan dalam prosedur, kemungkinan saat pengumpulan atau pembuangan spesimen hewan, mengeluarkan virus liar.

Adakah Bukti Virus Direkayasa di Laboratorium?

Konsensus ilmiah membantah virus direkayasa. Dalam sebuah surat kepada Nature pada Maret, sebuah tim di California yang dipimpin profesor mikrobiologi Kristian Andersen mengatakan "data genetik menunjukkan bahwa (Covid-19) tidak berasal dari tulang belakang virus yang sebelumnya digunakan."

Mereka mengatakan sangat memungkinkan virus muncul secara alami dan menjadi lebih kuat melalui seleksi alam.

“Kami mengusulkan dua skenario yang secara masuk akal dapat menjelaskan asal-usul Sars-CoV-2: seleksi alam pada hewan inang sebelum transfer zoonosis (hewan ke manusia); dan seleksi alam pada manusia setelah transfer zoonosis. "

Peter Ben Embarek, seorang pakar penularan penyakit dari hewan ke manusia di WHO, dan pakar lain juga menjelaskan kepada The Guardian, jika ada manipulasi virus, akan ada bukti di kedua urutan gen dan juga distorsi dalam data pohon keluarga mutasi - efek yang disebut "retikulasi".

Dalam sebuah pernyataan kepada The Guardian, James Le Duc, Kepala Laboratorium Nasional Galveston di AS, fasilitas biocontainment aktif terbesar AS sepakat dengan pendapat tersebut.

"Ada bukti yang meyakinkan bahwa virus baru itu bukan hasil rekayasa genetika yang disengaja dan hampir pasti berasal dari alam, mengingat kemiripannya yang tinggi dengan virus corona terkait kelelawar lain yang diketahui," jelasnya.

Teori Konspirasi Absolut

Pelepasan sampel liar yang tidak disengaja telah menjadi fokus perhatian. The Washington Post melaporkan kekhawatiran pada 2018 terkait kelemahan keamanan dan manajemen dari pejabat kedutaan AS yang mengunjungi WIV beberapa kali, meskipun surat kabar itu juga mengakui tidak ada bukti konklusif bahwa lab adalah sumber wabah.

Le Duc memaparkan gambaran berbeda dari WIV. "Saya berkunjung dan mendatangi laboratorium BSL4 baru di Wuhan, sebelum mulai beroperasi pada 2017. Laboratorium ini memiliki kualitas dan keamanan yang sebanding dengan yang saat ini beroperasi di AS atau Eropa."

Dia juga menyampaikan pertemuannya dengan Shi Zhengli, ahli virologi Cina di WIV yang telah memimpin penelitian virus corona kelelawar, dan menemukan keterkaitan antara kelelawar dan virus SARS yang menyebabkan penyakit di seluruh dunia pada 2003, menggambarkannya sebagai "sepenuhnya terlibat, sangat terbuka dan transparan tentang pekerjaannya, dan ingin berkolaborasi ”.

Maureen Miller, seorang ahli epidemiologi yang bekerja dengan Shi sebagai bagian dari program penelitian virus yang didanai AS, sepakat dengan penilaian Le Duc. Dia mengatakan percaya teori virus melarikan diri dari lab adalah "teori konspirasi absolut" dan menyebut Shi "brilian".

Urutan Waktu dan Peta Penyebaran Virus

Sementara para ahli yang diwawancara The Guardian menjelaskan pemahaman asal-usul virus masih bersifat sementara, mereka menambahkan pengetahuan terkini tentang penyebaran awal juga menciptakan masalah bagi teori lab escape (virus lepas dari laboratorium).

Ketika Peter Forster, seorang ahli genetika di Cambridge, membandingkan urutan genom virus yang dikumpulkan pada awal wabah China - dan kemudian secara global - ia mengidentifikasi tiga jenis dominan.

Di awal wabah, dua strain atau tipe tampaknya telah beredar pada saat yang sama - tipe A dan tipe B - dengan varian C yang kemudian berkembang dari tipe B.

Tetapi dalam sebuah penemuan yang mengejutkan, versi dengan kemiripan genetik yang paling dekat dengan virus corona kelelawar bukanlah yang paling umum yang ditemukan di Wuhan, tetapi dikaitkan dengan bermunculannya kasus-kasus awal di Provinsi Guangdong selatan.

Antara 24 Desember 2019 dan 17 Januari 2020, Forster menjelaskan, hanya tiga dari 23 kasus di Wuhan adalah tipe A, sedangkan sisanya adalah tipe B. Pada pasien di Provinsi Guangdong, lima dari sembilan kasus ditemukan memiliki tipe A dari virus.

"Meskipun jumlahnya sangat kecil," kata Forster, "frekuensi genom awal hingga 17 Januari tidak mendukung Wuhan sebagai asal (virus) dibandingkan wilayah lain di China, misalnya lima dari sembilan pasien Guangdong atau Shenzhen yang memiliki tipe A."

Dengan kata lain, masih belum ada kepastian bahwa Wuhan adalah tempat virus itu pertama kali muncul.***


[Ikuti Zonapekan.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar