Jubir COVID-19 Tanggapi Tudingan Pemerintah Tak Transparan Data Corona
JAKARTA- Juru Bicara Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto menjelaskan bahwa pencatatan data kasus COVID-19 di Indonesia menjadi hal mendasar dalam pengelolaan COVID-19 di tanah air. Hal ini diungkapkan menyusul adanya persepsi publik yang menyebut pemerintah kurang transparan dalam penyampaian data pasien COVID-19.
“Terkait komunikasi efektif, detail baik dan transparan kepada semua pihak. Pencatatan data menjadi hal yang mendasar dalam pengelolaan COVID-19 di dunia. Pemerintah tidak berkepentingan, tidak dapat keuntungan apapun dari manipulasi data. Justru sebaliknya akan merugikan mengacaukan kerja keras selama ini,” kata dia dalam konferensi pers di BNPB Jakarta Timur, Kamis 23 April 2020.
Yuri melanjutkan, basis data COVID-19 yang sudah dikonfirmasi dari pemeriksaan laboratorium melalui antigen real time PCR inilah yang digunakan untuk menyusun dan melaporkan data kasus sembuh dan kasus meninggal COVID-19 dan data ini yang dilaporkan setiap hari kepada masyarakat. Dia juga menjelaskan pencatatan data Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dengan Pemantauan (PDP) tetap dihimpun oleh pemerintah dari tiap-tiap provinsi yang terdapat kasus.
Data tersebut nantinya, kata dia akan digunakan sebagai data kinerja pemerintah dalam menentukan langkah penangan COVID-19 di tanah air. Misalnya sebagai acuan data dalam distribusi APD, sebagai acuan data dalam distribusi reagent, sebagai acuan untuk kebutuhan relawan dan lain-lain. Namun demikian, data tersebut kata Yuri bukan bagian data pelaporan kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menggambarkan pandemi ini di tingkat global dan nasional.
Yuri juga menjelaskan, apabila kasus kematian ODP atau PDP yang telah terkonfirmasi positif dari hasil tes antigen dengan PCR yang samplenya diambil sebelum meninggal, maka kasus kematian tersebut akan dicatat dalam kasus kematian konfrimasi COVID- 19. Namun, bila hasilnya tidak terkonfrimasi positif atau negatif atau tidak sempat diambil spesimennya sebelum meninggal maka kasus tersebut tidak akan pernah dicatat dalam kasus meninggal karena COVID- 19.
“Pada kasus PDP meninggal dan belum terkonfirmasi hasil laboratorium karena belum diambil samplenya atau pemeriksaan belum selesai, maka pemulasaran jenazah sudah mengatisipasi kemungkinan positif COVID- 19. Ini penting dalam rangka melindungi pemulasaran jenazah, keluarga, dan petugas pemakaman,” kata Yuri, dikutip dari viva.co.id.
Yuri menjelaskan, data kasus COVID-19 ini disusun bertingkat atau berjenjang mulai dari tingkat desa, rumah sakit, kabupaten/kota, yang diakumulasi dari dinas kesehatan provinsi sampai dengan ke tingkat Kementerian Kesehatan di tingkat nasional. Pihaknya juga kata Yuri, akan terus lakukan evaluasi perbaiki pendataan kasus COVID-19.***
Tulis Komentar