Terungkap, Virus Corona Sebabkan Pembekuan Darah hingga Merusak Otak
Terungkap ancaman lain dari virus corona atau COVID-29. Virus yang menyerang paru-paru ini dapat menyebabkan kerusakan yang cepat, bahkan terkadang fatal, yang mengakibatkan pembekuan darah.
Dokter-dokter di seluruh dunia memerhatikan serangkaian gangguan terkait pembekuan darah ini, meliputi lesi kulit jinak pada kaki yang disebut covid toe, hingga stroke yang mengancam jiwa dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.
Jika gumpalan darah tersebut tidak diobati, akan berbahaya dan bermanifestasi berhari-hari hingga berbulan-bulan setelah gejala pernapasan sudah hilang.
Menurut kepala perawatan kritis paru dan obat tidur di Sekolah Kedokteran Warren Albert, Mitchell Levy, fenomena pembekuan darah mungkin menjadi hal paling penting dalam satu atau dua bulan terakhir.
Bukan hal yang aneh jika infeksi virus corona meningkatkan risiko penggumpalan darah. Pandemi flu Spanyol yang terjadi pada 1918, yang menewaskan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia, juga dikaitkan dengan kerusakan hilir dari gumpalan yang dapat mengakhiri hidup seseorang.
Virus termasuk HIV, demam berdarah dan Ebola, diketahui dapat membuat sel-sel darah rentan terhadap penggumpalan. Efek pro-pembekuan darah mungkin lebih jelas pada pasien COVID-19.
"Ada sesuatu tentang virus ini yang menimbu;kan efek besar sampai tingkat ‘n’. Kita melihat pembekuan penyakit ini yang belum kita lihat di masa lalu," kata Levy, dikutip Times of India, Rabu 6 Mei 2020.
Dokter menyebut gumpalan darah ini sebagai trombi yang terbentuk pada kateter arteri pasien dengan gagal ginjal. Hal yang lebih berbahaya lagi adalah, gumpalan ini dapat menghambat aliran darah di paru-paru sehingga menyebabkan kesulitan bernapas.
Kerusakan cepat
Dikutip dari viva.co.id, tidak jauh berbeda, profesor kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Yale di New Haven, Connecticut, Margaret Pisani, menyatakan pembekuan darah menyebabkan pasien jatuh tiba-tiba dan mengalami defisiensi oksigen yang parah.
Gangguan pembekuan darah pada pasien COVID-19 dicatat oleh para peneliti di China pada Februari 2020 lalu. Sebelumnya, dokter mengira sebagian besar kerusakan paru-paru diakibatkan karena pneumonia virus.
"Ketika Anda melihat otopsi sekarang, kami melihat hal-hal yang tidak kami harapkan. Gumpalan trombosit di dalam pembuluh darah atau microthrombi, mungkin ini alasan mengapa pasien COVID-19 kondisinya memburuk dengan cepat," ujar Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) di AS.
Studi terpisah dari Perancis dan Belanda menemukan bahwa sebanyak 30 persen pasien COVID-19 yang sakit parah menderita emboli paru, yaitu penyumbatan yang berpotensi mematikan di salah satu arteri paru-paru.
Hal ini terjadi ketika potongan-potongan gumpalan darah dari vena di kaki berjalan ke paru-paru. Sebagai perbandingan, satu penelitian menemukan prevalensi emboli paru adalah 1,3 persen pada pasien sakit kritis tanpa COVID-19.
Henti jantung
Menurut Edwin van Beek, ketua radiologi klinis di Queen's Medical Research Institute di Universitas Edinburgh, jika tidak diobati, gumpalan paru-paru arteri yang besar dapat menyebabkan tekanan pada jantung, yang menyebabkan henti jantung. Bahkan, gumpalan kecil di kapiler jaringan paru-paru dapat mengganggu aliran darah, merusak oksidasi pasien dengan ventilator.
Lebih lanjut dia menjelaskan, emboli paru yang tidak diobati bisa mematikan, dalam satu dari tiga kasus dan akan terjadi lagi pada yang ketiga. Pada 3 – 7 persen pasien, akan menyebabkan hipertensi paru, yaitu komplikasi berbahaya yang dapat menyebabkan kelelahan dan sesak napas.
Kerusakan organ
Gumpalan dapat terbentuk di bagian lain dari tubuh, yang berpotensi merusak organ vital termasuk jantung, ginjal, hati, usus, dan jaringan lainnya.
Para dokter di New England Journal of Medicine menyatakan, lima kasus stroke yang dirawat di Sistem Kesehatan Mount Sinai di Manhattan selama dua minggu hingga awal April, yang semuanya memiliki virus corona dan usianya di bawah 50 tahun, dirawat karena penyumbatan pembuluh darah besar.
"Di satu sisi, temuan tersebut membingungkan. Tetapi di sisi lain memberikan pencerahan karena mereka dapat mengiformasikan cara yang lebih baik untuk merawat pasien," kata Fauci.
Beberapa dokter mulai melihat COVID-19 sebagai penyakit pernapasan yang khas, dan lebih dari satu orang yang mengalami pembekuan berbahaya.
"Itu cukup menakutkan ketika kamu memikirkannya, karena kita tidak tahu apa yang kita hadapi sampai kita berada di tahap selanjutnya," kata Rasulo, yang juga seorang profesor anestesi dan perawatan intensif.***
Tulis Komentar