Konon Ini Penyebab Banyak Kepala Daerah Tersandung Korupsi

Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago. (Poto Internet).

JAKARTA -Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, bertarung dalam pilkada di tengah kondisi pandemi Virus Corona (COVID-19) tidak mudah. Calon kepala daerah butuh daya tahan tubuh yang mumpuni dan mampu bertahan dalam soal amunisi dan logistik. 

"Pilkada mahal, mulai dari biaya perahu parpol atau istilah lain mahar politik, biaya konsultan politik dan paket survei," ujar Pangi pada channel You Tube Pangi Syarwi Chaniago yang dirilis, Jumat (18/9).

Dikutip dari JPNN.com, menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini, para calon juga harus menyiapkan anggaran di lapangan. Misalnya, biaya untuk ngopi, bantuan sembako.

Bantuan bangunan seperti semen ketika face to face dengan warga saat melakukan kampanye, biaya alat peraga seperti spanduk dan baliho. 

"Belum lagi ada konstituen yang sedang kesusahan meminta bantuan soal BPJS, rekening listrik dan kredit motor yang nunggak bayar, istri mereka yang melahirkan dan meminta tolong kepada calon kepala daerah untuk belikan baju seragam sekolah, seragam bola, baju seragam majelis taklim, dan lain-lain. Jadi, pilkada itu mahal banget kawan," ucapnya.

Pangi menyarankan bagi yang memiliki anggaran pas-pasan sebaiknya tidak ikut pilkada. Calon yang bertarung sebaiknya memang orang yang sudah terbebas dari urusan finansial. Sehingga uang yang dikeluarkan pada saat kampanye, tidak dipungut kembali ketika terpilih menjabat.

"Syukur-syukur terpilih, namun Intinya calon memang tidak berpikir balik modal, sehingga fokus memikirkan rakyat. Bukan sibuk berpikir bagaimana membayar utang ke cukong yang sudah mendanai," katanya.

Pangi juga menegaskan, merdeka itu mahal, sehingga sulit menjadi kepala daerah yang tidak tersandera kepentingan dan agenda cukong. 

"Lebih berbahagia dan berkelas kepala daerah yang mencintai rakyatnya dan rakyat mencintainya, ini amat-lah langka," katanya. 

Pangi kemudian pandangannya terkait hal-hal yang merusak kualitas demokrasi. Yaitu, orang yang sebenarnya hanya memiliki anggaran pas-pasan, namun memaksakan diri  untuk maju. 

Biasanya, orang tersebut akan mencari sponsor atau cukong. Ketika terpilih kemudian bicara belum balik modal, bahkan di saat masa jabatannya hampir 4 tahun nantinya. 

Karena sangat tidak mungkin membayar miliaran rupiah, jika hanya mengandalkan gaji kepala daerah yang mungkin hanya berkisar Rp 10 juta/bulan. 

"Akhirnya stres,  modal kampanye belum balik. Pada akhirnya berpikir jalan pendek dan singkat, melakukan korupsi. Ini yang membuat banyak kepala daerah tersandera kasus korupsi," kata Pangi.***


[Ikuti Zonapekan.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar