Klinik Aborsi di Jakarta Terbongkar, Pakar Psikologi Forensik Soroti Ancaman Hukumannya

TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim

JAKARTA- Sebanyak 17 tersangka diamankan kepolisian dalam pengungkapan praktik aborsi di sebuah klinik di Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2020).

Mereka adalah SS, SWS, TWP, EM, AK, SMK, W, J, M, S, WL, AR, MK, WS, CCS, HR, dan LH.

Hukuman bagi pelaku, terutama residivis mendapat sorotan dari Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel.

Satu di antara 17 tersangka pun diduga pernah terlibat aksi serupa di tahun 2000 silam.

Reza menyebut, tersangka yang pernah terlibat kasus aborsi ilegal adalah dokter berinisial SWS.

"Nama yang sama ternyata juga pernah tersangkut kasus praktik aborsi ilegal pada tahun 2000 silam," ungkapnya kepada Tribunnews.com, Selasa.

Diketahui praktik aborsi tersebut diketahui berada di Jalan Raden Saleh I, Kenari, Senen, Jakarta Pusat.

Reza menyoroti bagaimana hukum menyikapi residivisme praktik aborsi ilegal ini.

"Bandingkan dengan UU 17/2016, predator seksual yang korbannya lebih dari satu, mengacu UU tersebut, bisa dikenai ancaman hukuman mati," ungkap Reza.

"Tapi (oknum) dokter jagal dengan korban ratusan bahkan mungkin ribuan janin (manusia!), ancaman pidananya hanya sepuluh tahun. Tanpa pemberatan," lanjutnya, dikutip dari tribunnews.com.

Reza juga beranggapan tidak ada bedanya proses berpikir kasus aborsi dengan pembunuhan berencana terhadap anak yang sudah dilahirkan.

"Bedanya, yang satu bisa dijatuhi hukuman mati, sedangkan yang kedua, itu tadi, maksimal sepuluh tahun," ungkap Reza.

Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, peristiwa pengusutan praktik aborsi tersebut berdasarkan LP/878/VIII/YAN.2.5/SPKT PMJ tertanggal 3 Agustus 2020 lalu.

"Awal penyelidikan salah satu dari tersangka kita kemarin itu adalah orang yang juga melakukan aborsi di tempat ini," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/8/2020).

"Aborsi tidak sesuai dengan ketentuan dan sudah kita amankan 17 tersangka," imbuhnya.

Tubagus mengatakan 17 tersangka itu memiliki peran masing-masing dalam kasus aborsi itu.

Rinciannya, 6 tersangka dari tenaga medis yang terdiri dari 3 orang dokter, 1 bidan dan 2 orang perawat.

Selanjutnya, 4 tersangka merupakan pengelola yang bertugas negosiasi, menerima dan juga mengurusi pembagian uang.

Kemudian, 4 tersangka lainnya bertugas menjemput pasien, membersihkan janin, pembeli obat hingga menjadi calo.

Tiga tersangka lain adalah pelaku yang diketahui melakukan aborsi di tempat tersebut.

Seluruhnya, menurut Tubagus, ditangkap di tempat terpisah sejak penyidik menggelar penyidikan pada 3 Agustus 2020 lalu.

"Klinik tersebut sudah beroperasi kurang lebih selama lima tahun terakhir," lanjutnya.

Mirisnya, klinik tersebut ternyata telah melayani pasien dengan angka yang cukup fantastis.

Diungkapkan Tubagus, sebanyak 2.638 pasien telah gugurkan kandungan di tempat tersebut sejak setahun terakhir.

"Terhitung dari Januari 2019 sampai dengan 10 April 2020 terdatakan pasien aborsi sebanyak 2.638 pasien. Dengan asumsi perkiraan setiap hari kurang lebih 5 sampai 7 orang yang melakukan aborsi di tempat tersebut," tukasnya.

Dalam kasus ini, kepolisian juga menyita sejumlah peralatan medis yang digunakan untuk praktik aborsi pasien.

Selanjutnya, obat-obatan hingga uang tunai Rp 81 juta yang merupakan uang pasien dan uang tunai Rp 49 juta uang obat.

Tersangka dikenakan pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Selain itu, tersangka juga bisa dijerat Pasal 77A jo Pasal 45A UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 10 tahun.***
 


[Ikuti Zonapekan.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar